Saat
ini produsen minyak nabati dunia dipegang oleh Indonesia dengan minyak
nabatinya yang bersumber dari sawit. Industri sawit yang dulunya
dipandang sebelah mata, kini menjadi harapan jutaan masyarakat Indonesia
untuk melanjutkan hidupnya. Dengan perkiraan total areal perkebuanan
sawit tahun 2012 mencapai 8,2 juta hektare, Indonesia sudah melampaui
Malaysia menjadi produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia. Saat ini
Indonesia menguasai 44,5% produksi CPO dunia, sedangkan Malaysia 41,3%.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan produksi
minyak sawit mentah Indonesia pada 2012 mencapai 25 juta ton. Angka
tersebut setara dengan US$ 25 miliar atau Rp 225 triliun sesuai proyeksi
harga sawit di pasar internasional US$ 1.000 per ton
(duniaindustri.com).
Riau
merupakan daerah penyumbang terbesar atas kenaikan produksi CPO
Indonesia. Menurut Dinas Perkebunan Propinsi Riau, tahun 2010 luas
perkebunan sawit 2,1 juta ha. Merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang
sangat besar untuk Riau. Selain dianugerahi minyak bumi yang banyak
(meskipun saat ini menipis), tanah yang “subur” sangat ideal untuk
berkembangnya sawit hingga menjadi populer seperti sekarang. Bahkan
saking kayanya Riau, banyak yang menjuluki Riau sebagai negeri kaya
minyak diatas dan dibawah tanah.
Jika
perkebunan sawit di Indonesia sangat sukses dan berkembang pesat,
bagaimana pengelolaannya?. Tanaman sawit merupakan tanaman yang hampir
semua komponennya dapat diolah menjadi lebih berguna. Seperti buahnya
untuk minyak goreng, sabun, margarin, bijinya untuk gliserin, sedangkan
limbahnya merupakan biomassa untuk energi terbarukan seperti gasifikasi
dan nitroselulosa (dalam tahap penelitian). Akan tetapi saat ini
kebanyakan sawit hanya diolah menjadi CPO. Lihat saja perbandingan
pabrik pengolahan sawit menjadi CPO tidak sama dengan pabrik pengolahan
CPO menjadi barang jadi yang tidak proporsional. Di Riau saja, jumlah
pabrik CPO mencapai 146 buah sedangkan untuk pabrik minyak gorengnya
saja hanya sekitar 2 buah. Lalu, bagaimana prospek Industri CPO
kedepannya? Apakah hanya mengolah sawit menjadi CPO saja fokus
pemerintah?. Dengan semakin banyaknya pabrik CPO seharusnya pemerintah
mengambil langkah atau membuat kebijakan untuk membangun pabrik- pabrik
hilir untuk mengolah CPO lebih banyak seperti pabrik minyak goreng,
sabun, atau bahkan biodiesel.
Banyak yang menilai ber-industri di Indonesia sangat jelimet.
Mengapa demikian? Saya menyimpulkan alasan yang membuat Industri CPO
dan turunannya mandeg. Yaitu, adanya politisasi kebijakan. Contohnya
seperti diatas tadi jumlah pabrik CPO tidak sebanding dengan pabrik
turunan CPO. Malahan, jumlah ekspor CPO tiap tahunnya meningkat bukannya
membangun pabrik pengolahan sendiri di Indonesia. Apakah pemerintah
lebih fokus di penjualan ke luar negeri hanya untuk mengambil keuntungan
sendiri atau tidak percaya diri untuk mengembangkannya?. Mengapa saya
mengatakan demikian?, saya ambil contoh sabun mandi yang kita gunakan
berasal dari CPO yang diekspor oleh Indonesia ke luar negeri atau es
krim yang berbahan baku minyak nabati merupakan hasil ekspor Indonesia.
Daripada mengekspor toh barang jadi (hilir CPO) diimpor lagi ke
Indonesia, bukankah lebih ekonomis dan beruntung jika Indonesia
membangun sendiri pabriknya lalu menjual ke luar negeri?
Adanya
sentralisasi kebijakan juga membuat industri ini tidak merata dan
berkembang di daerah- daerah perkebunan sawit. Bukti di lapangan
menunjukkan, pabrik minyak goreng lebih banyak di bangun di pulau jawa
dan medan sedangkan di Riau hanya 2 pabrik. Bukankah lebih murah biaya
produksi minyak goreng jika pabriknya dibangun di dekat bahan bakunya
(CPO)?. Logikanya, jika CPO dari Riau diolah di jawa atau medan menjadi
olahan jadi pastinya akan menambah biaya transportasi.
Kelangkaan
BBM (minyak bumi) seharusnya mampu menggelisahkan pemerintah untuk
mulai mengembangkan energi terbarukan. Saya teringat apa yang dikatakan
almarhum WAMEN ESDM, yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia
seharusnya mengetahui bahwa Indonesia sudah tidak kaya minyak bumi lagi.
Saya setuju dengan kebijakan beliau yang mengatakan kenaikan harga BBM
seharusnya membuat kita beralih ke biodiesel atau biosolar. Indonesia
mempunyai kelebihan bahan baku atau biomassa dibandingkan negara yang
sedang mengembangkan renewable energy seperti India dan Cina.
Minyak CPO saat ini sudah dikembangkan dan bisa diolah menjadi
biodiesel. Bukankah itu peluang untuk mengatasi keterbatasan energi?
Banyaknya
industri di suatu negara akan menunjukkan maju atau tidaknya negara
tersebut. Jepang dengan industri motor dan elektroniknya, Jerman dengan
industri pesawatnya atau negara lainnya merupakan negara yang maju
karena industrinya. Saya pribadi yakin Industri CPO dan turunannya akan
menjadi branding Indonesia jika tidak ada politisasi dari
pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum jika ada politisasi maka hal itu
akan merusak tatanan sebenarnya seperti PSSI, PBSI, Hukum atau lainnya.
Sudah
seharusnya orang yang ahlinya diberi kewenangan yang besar untuk
mengelola bidangnya. Ahli Industri mengelola Industri, ahli hukum
mengurusi hukum dan ahli politik mengurusi kepolitikan bukan sebaliknya.
Semoga Industri CPO di Indonesia semakin berkembang dan beberapa tahun kedepan Indonesia akan bergantung pada CPO.
0 komentar:
Post a Comment